Sistem Pemilu di Indonesia

 

 

Dalam ilmu politik dikenal beberapa sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok, antara lain:

1.  Sistem Distrik
Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi be­berapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan.
Dengan demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih, sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan diperhitungkan atau dianggap hilang—sekecil apapun selisih perolehan suara yang ada—sehingga dikenal istilah the winner-takes-all.  Kelebihan sistem distrik antara lain:
a.    Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya ada hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan masyarakat di distrik tersebut. Kandidat men­genal masyarakat serta kepentingan yang mereka butuhkan.
b.    Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan penyeleksian yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon yang akan diajukan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan.
c.    Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan, maka secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai politik. Sistem dwipartai akan lebih berkembang dan pemerintahan dapat berjalan dengan lebih stabil.
Kekurangan sistem distrik, antara lain:
a.    Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat yang kalah tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut dianggap hilang.
b.    Partai-partai kecil atau golongan/kelompok minoritas/termarjinalkan yang mem­peroleh suara yang lebih sedikit tidak akan terwakili (tidak memiliki wakil) karena suara mereka tidak diperhitungkan. Dalam hal ini, kaum perempuan memiliki pelu­ang yang kecil untuk bersaing mengingat terbatasnya kursi yang diperebutkan.
c.    Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan kepentingan rakyat di dis­triknya dibandingkan dengan distrik-distrik yang lain.
2.  Sistem Proporsional
Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perim­bangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitupun seba­liknya.
Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara yang diper­oleh suatu partai politik untuk kemudian dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh par­tai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan.
Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.  Kelebihan sistem proporsional antara lain:
a.    Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara kandidat yang lebih kecil dari kandidat yang lain tetap akan diperhitungkan sehingga sedikit suara yang hilang.
b.    Memungkinkan partai-partai yang memperoleh suara atau dukungan yang lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen karena suara mereka tidak otomatis hilang atau tetap diperhitungkan.
c.    Memungkinkan terpilihnya perempuan karena kursi yang diperebutkan dalam satu daerah pemilihan lebih dari satu.
Kekurangan sistem proporsional antara lain:
a.    Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat mempersulit terwu­judnya pemerintahan yang stabil.
b.    Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan secara emosional. Pemi­lih tidak atau kurang mengenal kandidat, dan kandidat juga tidak mengenal karak­teristik daerah pemilihannya, masyarakat pemilih dan aspirasi serta kepentingan me-reka. Kandidat lebih memiliki keterikatan dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka. Pada akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan memperjuangkan dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak adanya kedekatan emosional tadi.
3.  Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional).
 a.    Menggabungkan 2 (dua) sistem sekaligus (distrik dan proporsional)
 b.    Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya lagi dipilih melalui proporsional.

                c.   Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.